Kamis, 12 Juli 2012

Novel The Westlife story part 3


Keesokan harinya, aku bangun dan ketika aku keluar kamar, aku mendengar suara Shane sedang mengobrol dengan mamaku.
“eh, itu Mark. Sini, Mark.”ajak Mama padaku.
“ya, Ma. Ada apa, Shane.”tanyaku pada Shane yang tumben sudah kemari.
“ehm, ada hal yang mau gue omongin ke loe, Mark.”jawab Shane padaku.
“ehm, mom. Bisa tinggalin kami berdua, kami mau berbicara sesuatu.”pintaku pada mama.
“baiklah, mom tinggalin kalian mengobrol.”kata mama beranjak dari duduknya.
“ada apa, Shane?”tanyaku padanya.
“ehm, gue cinta sama Gillian Mark.”jawab Shane.
“hah, loe cinta sama Gill. Serius loe.”kataku terkejut.
“iya,Mark. Gue serius, gue udah yakin kalau ini namanya cinta makanya gue kesini mau minta tolong. Menurut loe, gimana caranya nyatain cinta gue ke Gill.”tanya Shane yang terlihat serius.
“ehm, gue berpikir dulu.”kataku berpikir sejenak.
“udah belum.”kata Shane kelihatan tidak sabar.
“gue punya ide, Shane.”kataku tersenyum nakal.
“hah, ide apa?”tanya Shane.
“sini deh, gue bisikkin.”aku mendekati telinga Shane dan membisikan sesuatu.
“wah, gue setuju Mark. Makasih banget ya, loe emang adik kesayangan gue.”ucap Shane menyibak rambut ku.
“ehm, ya udah. Gue tinggal mandi dulu, terus kita jalanin rencana kita, ok.”kataku seraya beranjak dari tempat duduk.
“ya, Mark. Gue tungguin.”kata Shane.
Setengah jam kemudian, aku sudah siap dan kami pun langsung menjalankan rencana kami itu. Pertama-tama, kami menuju rumah Shane.
“kita ke kamar loe, Shane.”perintahku pada Shane.
Di kamar Shane.
“ehm, baju yang cocok mana ya. Eh Shane loe ada kemeja nggak.”tanyaku pada Shane.
“ada, Mark. Tuh di lemari sebelah.”tunjuk Shane pada lemarinya.
“wow, baju loe banyak banget Shane dan keren-keren semua. Bagi-bagi napa.”kataku bercanda.
“busyet dah, ni anak masih sempet-sempetnya minta kayak gituan.”gerutu Shane padaku.
“ya elah, Shane. Pelit banget loe, Cuma bercanda juga. Sensitif amat sih jadi anak. Jatuh cinta kok malah sensitif kayak gitu. Mestinya kalau lagi jatuh cinta, harus Happy. Ntar kalau loe sensitif gini, Gillian malah nolak cinta loe.”ucapku yang mengingatkan pada Shane.
“jadi, gue harus gimana dong. Biar sifat sensitif gue hilang.”pinta Shane padaku.
“udah itu tenang aja, masalah itu serahin ke gue. Gue bakalan bantuin loe buat satu dengan Gillian selamanya.”kataku serius untuk menyatukan cinta mereka.
“hah, serius loe Mark.”kata Shane mendekatiku.
“iya, gue serius. Nih coba loe pake.”perintahku pada Shane dan Shane langsung menuju kamar mandi.
“uhuk,uhuk.”aku terbatuk-batuk hingga, “Ya Tuhan kenapa ada darah.”
“Mark.”teriak Shane dari dalam kamar mandi.
Aku langsung menuju kamar mandi sebelah, dan membersihkan darah itu.
“lho, kemana Mark.”kata Shane celingukan mencari diriku.
Aku pun keluar dari kamar mandi, dan kembali ke kamar Shane. “sorry, Shane. Gue habis dari kamar mandi sebelah.”
“oalah, gue kira loe kemana? Gimana, Mark. Cocok gak.”tanya Shane padaku.
“hah, cocok kok Shane. Loe ganteng banget, udah pake parfum.”tanyaku.
“belum, Mark.”Shane mengaku tidak pernah memakai parfum kalau tidak ada acara bareng Westlife.
“Shane, jadi cowok itu yang wangi pakailah parfum setiap saat loe mau pergi atau ada acara.”kataku seraya menyemprotkan parfum ke tubuh Shane.
“wah, kok loe bisa tau tentang ini semua sih Mark.”kata Shane kagum padaku.
“Shane, jelas gue tau tentang ini semua. Karena, sebagai laki-laki kita harus bisa tampil sempurna, kalau kita terlihat buruk di mata perempuan kita akan menyesal.”kataku menasehati Shane.
Shane yang tadinya selalu memperhatikan wajahku mendadak heran.
“Mark, muka loe kenapa? Kok pucet gitu, loe sakit. Kalau loe sakit,nggak usah dulu. Kita bisa lain waktu kok. Nggak memaksa. Gue nggak mau bersalah kalau loe sakit.”kata Shane terlihat bersalah.
“Shane, gue nggak apa-apa kok. Mungkin ini kecapekan aja, ya udah kita berangkat sekarang aja yuk.”kataku seraya menarik tangan Shane.
Kami pun berangkat menuju rumah Gillian, setiba disana.
“Shane, serahin bunga ini yang berisi kertas ini. tolong, jangan kecewakan gue.”ucap ku pada Shane.
“iya, Mark. Gue akan berusaha, makasih ya. Gue berhutang banyak sama loe.”kata Shane pelan.
“Loe,uhuk gak perlu seperti itu. Gue ikhlas nolongin loe, kita ini kan saudara.”aku tersenyum.
“ehm, ya udah gue turun ya.”kata Shane seraya turun dari mobil dan menuju rumah Gillian.
*
Dirumah Gillian,
“hai, Gill.”sapaku pada Gillian.
“hai, Shane. Masuklah.”ajak Gillian padaku.
“ehm, Gill. Ada hal yang mau aku omongin sama kamu.”kataku pada Gillian.
“apa itu, Shane.”ucap Gillian tersenyum.
“ini tentang perasaanku ke kamu, sebenarnya aku suka sama aku dan aku juga cinta sama kamu. Kamu mau gak jadi kekasih aku.”tanyaku seraya menyerahkan bunga itu pada Gillian.
“apa yang kamu suka dari aku, Shane.”Tanya Gillian menerima bunga dari aku itu.
“aku suka semua nya tentang kamu, kamu cantik, feminim, pintar, baik dan senyum kamu itu.”jawabku seraya menggenggam tangannya. “aku janji, Gill aku akan selalu membuat kamu bahagia tidak ada air mata.”janjiku padanya.
“ehm, bisa kamu beri aku waktu 2 hari untuk berpikir.”kata Gillian.
“aku akan selalu menunggu jawaban kamu itu, Gill.”ucapku tersenyum seraya mencium tangan nya.
*
Di mobil, tetesan darah keluar dari hidung ku dan semakin lama semakin banyak. Aku berusaha untuk menghentikan nya tapi ternyata darah itu tetap saja keluar sampai aku tak sadar kalau Shane sudah ada di mobil.
“Mark, loe kenapa?”tanya Shane heran melihatku yang menutupi hidungku.
“hah, gak apa kok Shane.”jawabku berbohong.
“jangan bohong loe, Mark.”kata Shane yang membuka hidungku. “astaga, Mark. Loe bilang loe nggak apa, tapi kenapa ada banyak darah gini di hidung loe.”
“ehm, ini Cuma mimisan biasa aja Shane.”kataku mengelak.
“tapi,Mark. Meskipun ini hanya mimisan, jangan diabaikan nanti malah bahaya.”kata Shane seraya membersihkan hidungku.
“iya, Shane. Makasih ya.”aku tersenyum.
“yaudah, sampai rumah loe langsung istirahat aja. Jangan pikir macem-macem dulu.”pesan Shane.
“hah,tapi Shane bukannya hari ini kita ada latihan di studio.”tanya Mark.
“iya, tapi loe nggak usah ikutan. Nanti gue bilang ke temen-temen kalau sakit.”jawab Shane padaku.
“gak, Shane. Gue harus ikut latihan, gue nggak mau membolos latihan.”kataku nekat.
“tapi loe sakit, Mark.”kata Shane mencegahku.
“ini Cuma mimisan aja,Shane. Gue nggak apa.”kataku tetap bersikeras dan akhirnya Shane mengalah dan tidak berkata apapun padaku, walau aslinya Shane khawatir padaku.
Kamipun segera menuju studio setiba disana.
“hai, guys.”sapaku pada Kian, Bryan dan Nicky.
“hei, my brother.”sapa balik mereka pada kami.
“udah siap latihan hari ini.” tanya Simon pada kami.
“iya, kami sudah siap Simon.”jawab kami padanya.
“baguslah, kalau begitu. Hei, Mark. Kamu harus bisa kali ini, jangan mengecewakan lagi.”kata Simon padaku.
“baiklah, aku akan berlatih maksimal hari ini.”aku meyakinkan padanya.
“baju loe kenapa, Mark. Banyak darah gitu, menjijikan.”kata Kian padaku.
“ini bukan darah kok, Cuma tadi waktu gue makan ada saus gitu.”ucap Mark berbohong.
“oh begitu.”kata Kian yang langsung percaya.
Kami pun langsung berlatih namun kepalaku mendadak terasa sangat sakit.
“Simon, bolehkah aku beristirahat sebentar.”pintaku pada Simon.
“jangan, kita harus berlatih maksimal. Karena jadwal tour sudah didepan mata.”larang nya padaku.
“ehm, baiklah.”aku pun terpaksa menahan rasa sakit di kepalaku ini.
Dari kejauhan tampak dua pasang mata yang dari tadi melihatku mata itu tak lain adalah mata Shane.
sebenarnya, Mark kenapa sih.”ucapku dalam hati.
Dua jam kemudian, latihan berakhir dan aku langsung merebahkan diri nya di sofa.
“Mark, loe mau minum apa.”Tawar Nicky padaku.
“gak perlu, Nic. Gue nggak haus, buat kalian aja. Gue mau tiduran dulu.”tolakku sopan.
“oh ya udah kalau gitu. Gue simpen aja buat loe ya.”kata Nicky.
“iya, Nic. Thanks ya.”kataku seraya mulai memejamkan mataku.
“sama-sama, Mark.”kata Nicky.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar