Keesokan harinya, aku
bangun dan ketika aku keluar kamar, aku mendengar suara Shane sedang mengobrol
dengan mamaku.
“eh, itu Mark. Sini,
Mark.”ajak Mama padaku.
“ya, Ma. Ada apa,
Shane.”tanyaku pada Shane yang tumben sudah kemari.
“ehm, ada hal yang
mau gue omongin ke loe, Mark.”jawab Shane padaku.
“ehm, mom. Bisa
tinggalin kami berdua, kami mau berbicara sesuatu.”pintaku pada mama.
“baiklah, mom
tinggalin kalian mengobrol.”kata mama beranjak dari duduknya.
“ada apa, Shane?”tanyaku
padanya.
“ehm, gue cinta sama
Gillian Mark.”jawab Shane.
“hah, loe cinta sama
Gill. Serius loe.”kataku terkejut.
“iya,Mark. Gue
serius, gue udah yakin kalau ini namanya cinta makanya gue kesini mau minta
tolong. Menurut loe, gimana caranya nyatain cinta gue ke Gill.”tanya Shane yang
terlihat serius.
“ehm, gue berpikir
dulu.”kataku berpikir sejenak.
“udah belum.”kata
Shane kelihatan tidak sabar.
“gue punya ide,
Shane.”kataku tersenyum nakal.
“hah, ide apa?”tanya
Shane.
“sini deh, gue
bisikkin.”aku mendekati telinga Shane dan membisikan sesuatu.
“wah, gue setuju
Mark. Makasih banget ya, loe emang adik kesayangan gue.”ucap Shane menyibak
rambut ku.
“ehm, ya udah. Gue
tinggal mandi dulu, terus kita jalanin rencana kita, ok.”kataku seraya beranjak
dari tempat duduk.
“ya, Mark. Gue
tungguin.”kata Shane.
Setengah jam
kemudian, aku sudah siap dan kami pun langsung menjalankan rencana kami itu. Pertama-tama,
kami menuju rumah Shane.
“kita ke kamar loe,
Shane.”perintahku pada Shane.
Di kamar Shane.
“ehm, baju yang cocok
mana ya. Eh Shane loe ada kemeja nggak.”tanyaku pada Shane.
“ada, Mark. Tuh di
lemari sebelah.”tunjuk Shane pada lemarinya.
“wow, baju loe banyak
banget Shane dan keren-keren semua. Bagi-bagi napa.”kataku bercanda.
“busyet dah, ni anak
masih sempet-sempetnya minta kayak gituan.”gerutu Shane padaku.
“ya elah, Shane.
Pelit banget loe, Cuma bercanda juga. Sensitif amat sih jadi anak. Jatuh cinta
kok malah sensitif kayak gitu. Mestinya kalau lagi jatuh cinta, harus Happy.
Ntar kalau loe sensitif gini, Gillian malah nolak cinta loe.”ucapku yang
mengingatkan pada Shane.
“jadi, gue harus
gimana dong. Biar sifat sensitif gue hilang.”pinta Shane padaku.
“udah itu tenang aja,
masalah itu serahin ke gue. Gue bakalan bantuin loe buat satu dengan Gillian
selamanya.”kataku serius untuk menyatukan cinta mereka.
“hah, serius loe
Mark.”kata Shane mendekatiku.
“iya, gue serius. Nih
coba loe pake.”perintahku pada Shane dan Shane langsung menuju kamar mandi.
“uhuk,uhuk.”aku
terbatuk-batuk hingga, “Ya Tuhan kenapa ada darah.”
“Mark.”teriak Shane
dari dalam kamar mandi.
Aku langsung menuju
kamar mandi sebelah, dan membersihkan darah itu.
“lho, kemana Mark.”kata
Shane celingukan mencari diriku.
Aku pun keluar dari
kamar mandi, dan kembali ke kamar Shane. “sorry, Shane. Gue habis dari kamar
mandi sebelah.”
“oalah, gue kira loe
kemana? Gimana, Mark. Cocok gak.”tanya Shane padaku.
“hah, cocok kok
Shane. Loe ganteng banget, udah pake parfum.”tanyaku.
“belum, Mark.”Shane
mengaku tidak pernah memakai parfum kalau tidak ada acara bareng Westlife.
“Shane, jadi cowok
itu yang wangi pakailah parfum setiap saat loe mau pergi atau ada acara.”kataku
seraya menyemprotkan parfum ke tubuh Shane.
“wah, kok loe bisa
tau tentang ini semua sih Mark.”kata Shane kagum padaku.
“Shane, jelas gue tau
tentang ini semua. Karena, sebagai laki-laki kita harus bisa tampil sempurna,
kalau kita terlihat buruk di mata perempuan kita akan menyesal.”kataku
menasehati Shane.
Shane yang tadinya
selalu memperhatikan wajahku mendadak heran.
“Mark, muka loe
kenapa? Kok pucet gitu, loe sakit. Kalau loe sakit,nggak usah dulu. Kita bisa
lain waktu kok. Nggak memaksa. Gue nggak mau bersalah kalau loe sakit.”kata
Shane terlihat bersalah.
“Shane, gue nggak
apa-apa kok. Mungkin ini kecapekan aja, ya udah kita berangkat sekarang aja
yuk.”kataku seraya menarik tangan Shane.
Kami pun berangkat
menuju rumah Gillian, setiba disana.
“Shane, serahin bunga
ini yang berisi kertas ini. tolong, jangan kecewakan gue.”ucap ku pada Shane.
“iya, Mark. Gue akan
berusaha, makasih ya. Gue berhutang banyak sama loe.”kata Shane pelan.
“Loe,uhuk gak perlu
seperti itu. Gue ikhlas nolongin loe, kita ini kan saudara.”aku tersenyum.
“ehm, ya udah gue
turun ya.”kata Shane seraya turun dari mobil dan menuju rumah Gillian.
*
Dirumah Gillian,
“hai, Gill.”sapaku
pada Gillian.
“hai, Shane.
Masuklah.”ajak Gillian padaku.
“ehm, Gill. Ada hal
yang mau aku omongin sama kamu.”kataku pada Gillian.
“apa itu, Shane.”ucap
Gillian tersenyum.
“ini tentang
perasaanku ke kamu, sebenarnya aku suka sama aku dan aku juga cinta sama kamu.
Kamu mau gak jadi kekasih aku.”tanyaku seraya menyerahkan bunga itu pada
Gillian.
“apa yang kamu suka
dari aku, Shane.”Tanya Gillian menerima bunga dari aku itu.
“aku suka semua nya
tentang kamu, kamu cantik, feminim, pintar, baik dan senyum kamu itu.”jawabku
seraya menggenggam tangannya. “aku janji, Gill aku akan selalu membuat kamu
bahagia tidak ada air mata.”janjiku padanya.
“ehm, bisa kamu beri
aku waktu 2 hari untuk berpikir.”kata Gillian.
“aku akan selalu
menunggu jawaban kamu itu, Gill.”ucapku tersenyum seraya mencium tangan nya.
*
Di mobil, tetesan
darah keluar dari hidung ku dan semakin lama semakin banyak. Aku berusaha untuk
menghentikan nya tapi ternyata darah itu tetap saja keluar sampai aku tak sadar
kalau Shane sudah ada di mobil.
“Mark, loe kenapa?”tanya
Shane heran melihatku yang menutupi hidungku.
“hah, gak apa kok
Shane.”jawabku berbohong.
“jangan bohong loe,
Mark.”kata Shane yang membuka hidungku. “astaga, Mark. Loe bilang loe nggak
apa, tapi kenapa ada banyak darah gini di hidung loe.”
“ehm, ini Cuma
mimisan biasa aja Shane.”kataku mengelak.
“tapi,Mark. Meskipun
ini hanya mimisan, jangan diabaikan nanti malah bahaya.”kata Shane seraya
membersihkan hidungku.
“iya, Shane. Makasih
ya.”aku tersenyum.
“yaudah, sampai rumah
loe langsung istirahat aja. Jangan pikir macem-macem dulu.”pesan Shane.
“hah,tapi Shane
bukannya hari ini kita ada latihan di studio.”tanya Mark.
“iya, tapi loe nggak
usah ikutan. Nanti gue bilang ke temen-temen kalau sakit.”jawab Shane padaku.
“gak, Shane. Gue
harus ikut latihan, gue nggak mau membolos latihan.”kataku nekat.
“tapi loe sakit,
Mark.”kata Shane mencegahku.
“ini Cuma mimisan
aja,Shane. Gue nggak apa.”kataku tetap bersikeras dan akhirnya Shane mengalah
dan tidak berkata apapun padaku, walau aslinya Shane khawatir padaku.
Kamipun segera menuju
studio setiba disana.
“hai, guys.”sapaku
pada Kian, Bryan dan Nicky.
“hei, my
brother.”sapa balik mereka pada kami.
“udah siap latihan
hari ini.” tanya Simon pada kami.
“iya, kami sudah siap
Simon.”jawab kami padanya.
“baguslah, kalau
begitu. Hei, Mark. Kamu harus bisa kali ini, jangan mengecewakan lagi.”kata
Simon padaku.
“baiklah, aku akan
berlatih maksimal hari ini.”aku meyakinkan padanya.
“baju loe kenapa,
Mark. Banyak darah gitu, menjijikan.”kata Kian padaku.
“ini bukan darah kok,
Cuma tadi waktu gue makan ada saus gitu.”ucap Mark berbohong.
“oh begitu.”kata Kian
yang langsung percaya.
Kami pun langsung
berlatih namun kepalaku mendadak terasa sangat sakit.
“Simon, bolehkah aku beristirahat
sebentar.”pintaku pada Simon.
“jangan, kita harus
berlatih maksimal. Karena jadwal tour sudah didepan mata.”larang nya padaku.
“ehm, baiklah.”aku
pun terpaksa menahan rasa sakit di kepalaku ini.
Dari kejauhan tampak
dua pasang mata yang dari tadi melihatku mata itu tak lain adalah mata Shane.
“sebenarnya, Mark kenapa sih.”ucapku dalam hati.
Dua jam kemudian,
latihan berakhir dan aku langsung merebahkan diri nya di sofa.
“Mark, loe mau minum
apa.”Tawar Nicky padaku.
“gak perlu, Nic. Gue
nggak haus, buat kalian aja. Gue mau tiduran dulu.”tolakku sopan.
“oh ya udah kalau
gitu. Gue simpen aja buat loe ya.”kata Nicky.
“iya, Nic. Thanks
ya.”kataku seraya mulai memejamkan mataku.
“sama-sama,
Mark.”kata Nicky.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar