“Gue nggak apa kok,
Shane.”katanya mulai keras kepala.
“nggak apa, gimana?
Jelas-jelas kondisi loe sangat mengkhawatirkan, Mark.”kataku keras.
Mark hanya terdiam.
“tadi dokter bilang
kalau loe harus melakukan CT-Scan, Mark. Memang loe sakit apa sih? Tolong,
Mark. Jujur sama gue, jangan membuat gue menyesal nanti.”kataku mulai bersedih.
“jadi, loe mau tau
gue kenapa Shane?”tanya Mark padaku.
“iya, Mark. Sangat
ingin tahu, jadi tolong beritahu gue sekarang juga.”perintahku.
Mark menghela nafas
panjang, barulah dia mengatakan. “bisa gue minta tolong, Shane.”tanya nya.
“iya, loe mau suruh
gue ambil apa.”tanya aku balik.
“Di laci paling
bawah, ada amplop besar. Jadi tolong ambilkan yang itu.”ucap Mark seraya bangun
dari tidurnya.
“apakah yang ini?”tanyaku
dan Mark mengangguk.
Aku menyerahkan
amplop itu pada Mark dan dia langsung menerima nya.
“Shane, kemarin lusa
sebenarnya gue udah melakukan CT-Scan.”kata Mark jujur.
“terus, apa
hasilnya?”tanyaku.
“ini loe bisa buka
amplop ini, disitu tertulis hasil nya.”jawab Mark padaku.
Aku pun segera
membuka amplop itu tampak ada hasil CT-Scan Mark dan alangkah terkejut nya aku
melihat hasil nya. “APA?!”Pekik ku.
“Iya, Shane. Disitu
tertera kalau aku divonis dokter mengidap kanker darah.”jelas Mark padaku dan
aku langsung menjatuhkan kertas itu.
Aku melihat mata Mark
yang bening itu, aku tak percaya dengan apa yang aku dengar sekarang.
“jadi itulah, kenapa
gue selalu pingsan dan mimisan. Dan dokter bilang kalau gue ingin sembuh, gue
harus melakukan operasi tulang sumsum belakang.”Mark menjelaskan akan sakitnya
itu.
“operasi tulang
sumsum belakang?”tanyaku.
“iya, Shane. Operasi
itu dilakukan setelah gue udah nemuin pendonor nya yang cocok dengan gue.”terang
Mark.
“Ya Tuhan, Mark.
Kenapa loe rahasiain ini dari gue? Kenapa, Mark.”aku pun ikut bersedih.
“itu karena gue nggak
mau menambah beban loe aja, Shane. Gue nggak mau melihat orang yang gue sayangi
itu sedih karena gue.”kata Mark meneteskan air mata.
“tapi, kalau loe
malah membuat gue tambah sedih Mark. Gue itu sahabat loe, gue juga kakak loe.
Apa itu yang namanya sahabat, sampai-sampai gue nggak tahu hal ini.”teriak ku.
“Maafin aku, Shane.
Aku nggak bermaksud demikian, aku hanya ingin mencari waktu yang tepat saja.
Karena, aku nggak mau kebahagiaan loe hancur dengan Gillian hanya karena gue.
Gue nggak mau itu, maafin gue Shane.”kata Mark menyesal dan menangis.
Melihat Mark menangis
membuat ku tidak tega melanjutkan marah ku padanya, kasihan sekali kamu Mark.
Kenapa bukan aku aja yang sakit, kenapa harus kamu.
“maafin gue, Shane.
Kalau loe mau marah, marah aja. Gue nggak apa kok, gue salah sama loe Shane.
Maafin gue.”Mark tersedu dan memeluk kaki ku.
“hah, Mark. Jangan seperti
ini, nggak baik. Bangunlah, Mark.”perintahku tapi Mark tetap enggan berdiri.
“nggak, Shane. Gue
nggak akan pernah bangun sebelum loe maafin gue.”kata Mark tetap keras kepala.
Aku pun terpaksa ikut
menunduk agar lebih sopan, nggak baik kan kalau aku ngomong tapi Mark malah
menunduk memeluk kakiku.
“Gue nggak marah sama
loe, Mark. Gue Cuma sedih aja, gue takut aja.”kataku tersedu.
“jadi, loe nggak
marah sama gue, Shane.”tanya Mark.
“Mark, semua orang
berhak menutupi seperti ini. gue bisa mengerti kok, mungkin kalau gue jadi loe
gue bakalan melakukan demikian.”kataku Bijak.
“Maafin gue juga,
Shane. Kalau luka darah loe itu gue lakukan sengaja.”kata Mark dan aku
terkejut.
“Maksud loe?”tanyaku.
“iya, Shane. Aku
sengaja membuat luka itu supaya gue bisa mengambil darah loe dan gue bisa
mengetest darah loe itu cocok apa tidak. Maafin gue, Shane.”kata Mark tetap
menunduk.
“Jadi, ini karena loe
mau test darah. Kenapa loe nggak jujur ke gue, Mark? KENAPA.”kataku sangat
keras sekali.
“Maaf, Shane. Kalau
cara gue salah, maafin gue. Gue khilaf, Shane.”Mark semakin terlihat ketakutan,
tapi entah kenapa aku masih ingin memarahinya.
“loe keterlaluan,
Mark. Lancang loe ambil darah gue, loe tau sedikit loe lukai darah gue itu
artinya loe hampir saja melukai persahabatan kita. Bukannya kita pernah janji,
kalau nggak ada yang bisa melukai darah persahabatan kecuali kecelakaan.”Aku
pun tetap belum bisa mengendalikan emosiku.
“tapi waktu itu aku
nggak ada pilihan lain, Shane.”kata Mark.
Saking marahnya aku
ke Mark, aku tak sadar kalau aku mengangkat tanganku seakan aku hendak menampar
Mark.
“hah, maafin gue
Shane. Jangan tampar aku, Shane. Maafin gue, gue khilaf Shane. Maafin gue.”kata
Mark.
“Ya Tuhan, aku hampir saja menamparnya. Maafkan aku, Tuhan.”ucapku
dalam hati.
Kulihat Mark akan
mencium kakiku dan berkata “aku telah merusak nya, Shane. Kesalahan ku sudah
sangat fatal, kalau loe mau gue akan cium kaki loe sekarang Shane.”
“Nggak, Mark. Jangan
lakukan itu, kalau loe nekat gue akan beneran marah sekali sama loe.”cegahku.
Mark pun langsung
bangun dan aku langsung peluk dia seerat mungkin, “maafin gue juga, Mark. Gue
udah kasar sama loe, gue hampir saja menampar loe.”sesalku.
“nggak apa kok,
Shane. Loe berhak lakukan seperti itu, itu semua salah gue. Mungkin ini
pertanda kita harus berpisah.”kata Mark tiba-tiba.
“Nggak, aku nggak mau
berpisah sama kamu Mark. Aku nggak mau.”kupeluk Mark semakin erat.
“tolong, Shane.
Jangan pernah loe kasih tahu hal ini ke siapapun, gue mohon Cuma loe aja yang
tahu.”pinta Mark padaku,
“kenapa,Mark?”tanyaku.
“biar gue saja yang
bilang, Shane. Aku mohon.”kata Mark memohon padaku dan aku hanya mengangguk
pasrah.
“ya sudah, loe tidur
lagi gih. Masih subuh.”perintahku.
Untungnya Mark
menuruti kata-kataku, tak lama kemudian Mark mulai tertidur. Ketika Mark tidur.
Ku tatap wajah tampan nya itu, “Ya Tuhan
malang sekali nasibnya. Kenapa di usia nya yang masih muda, harus di uji
seperti ini.” Aku dapat melihat sesungguhnya Mark sangat terluka dan
bersedih tapi dia berusaha untuk tegar di depanku.suasana ini membuat aku tidak
mau melanjutkan tidur karena aku nggak mau kalau aku tidur nanti terjadi
sesuatu pada Mark. Tapi rasa kantuk ku terus mengganggu ku akhirnya aku
terpaksa tidur dengan memasangkan alarm.
*
Keesokan harinya aku
terbangun dan ku lihat Shane masih tertidur lelap. Aku mendekati Shane dan ku
tatap wajah sendu nya itu, “Ya Tuhan aku
adalah orang yang sangat beruntung bisa mengenal dan mempunyai orang sebaik
dia, dia bener-bener malaikat buatku. Aku sangat menyayangi dia.” Aku terus
mendekati Shane, ku elus kening nya pelan dan aku kucium kening halus nya itu.
*
Ketika aku bangun,
aku merasa ada yang membuat dadaku berat. Ternyata Mark sedang tertidur di
dadaku. Lucu banget dia tidur. Aku mengelus rambut hitam nya itu. Ternyata
membuat Mark terbangun.
“hei, Mark. Udah
bangun.”kataku pada Mark tersenyum.
“iya, Shane. Ehm,
hari ini loe latihan lagi ya.”tanya Mark padaku.
“iya, kenapa?”tanyaku
balik.
“hah, nggak kok
Shane.”jawab Mark sambil beranjak dari kasur dan berkata “tetep jaga rahasia
ya, Shane.”
“iya, Mark.
Tunggu.”aku ikut bangun dari kasur.
Mark dan aku
menikmati breakfast yang disediakan oleh orangtua Mark. Setelah itu barulah,
aku pamit dan langsung menuju rumah untuk bersih-bersih barulah aku menuju
studio.
*
Aku merasa bosan
dirumah, maka aku pergi ke studio tapi nggak masuk. Aku hanya mengintip dari
jendela. Aku sangat sedih dan sangat menginginkan bisa ada ditengah-tengah
mereka semua, tapi sayang kondisi ku yang sekarang tidak memungkinkan. Jujur
aku sangat iri pada mereka, “Ya Tuhan,
andaikan aku tidak seperti ini. pasti tidak akan seperti ini. aku sangat ingin
disana.” Aku tak sadar kalau aku kembali menangis padahal aku berusaha
untuk tegar tapi ternyata setiap aku melihat mereka, aku selalu gagal.
*
Ketika aku latihan,
aku melihat ada Mark dijendela. Hah, Mark menangis. Aku tau, itu pasti karena
dia sangat menginginkan latihan seperti kami. “Ya Tuhan, kasihan sekali kamu Mark.” Aku janji setelah ini, aku
akan mencarikan pengobatan untuk dia. Aku taak sadar, kalau aku di tegur oleh
Simon.
“Filan..”teriak Simon
padaku.
“hah, maaf
Simon.”kataku.
“keluar kamu dari
sini.”usir Simon dan aku hanya menuruti nya.
Aku keluar dari
studio, dan segera menemui Mark. Kulihat dari jauh, Mark masih sedih. Aku
dekati Mark, dan ku berikan sapu tanganku.
“jaman sekarang nggak
ada yang namanya cowok cengeng.”ucapku pada Mark.
“Shane, Loe.”kata
Mark terkejut dan langsung menerima menghapus air matanya dengan sapu tangan
yang aku berikan.
“loe ngapain disini,
Mark. Kok nggak masuk aja.”tanyaku.
“hah, nggak kok
Shane. Loe tau kan, gue udah dipecat dari Westlife. Jadi buat apa gue
masuk.”jawab Mark. “terus loe sendiri ngapain disini?”tanya Mark padaku.
“Gue juga diusir,
Mark.”kataku menunduk.
“Apa,
keterlaluan.”Mark berdiri dari duduknya.
“Hei, Mark. Loe mau
ngapain.”tanyaku ikut berdiri.
“gue harus kasih
pelajaran ke Simon.”katanya seraya berjalan menuju studio dan aku mengejar
Mark.
Di studio, Simon
masih mengajari Bryan, Kian, dan Nicky.
“ahh, bete. Kalau
nggak ada Shane dan Mark.”kata Nicky pada Bryan dan Kian.
“iya, gue juga. Nggak
seru, kita kan berlima harusnya kita latihan juga berlima.”kata Kian tak kalah
sewotnya.
“berhenti aja dulu
ah, males kalau nggak ada mereka.”kata
Bryan berhenti latihan.
Tiba-tiba, Mark
datang dan langsung marah-marah pada Simon.
“SIMON COWELL.”Teriak Mark.
“Mark.”kata Simon.
“hah, Freddie..”kata
Nicky tersenyum melihat ada Mark.
“Nico.”kata Mark
melihat Nicky.
“Freddiee.”sapa Kian
juga.
“hei, Kialo.”Mark
tersenyum pada Kian.
“lah gue nggak disapa
nih.”kata Bryan terlihat iri.
“hello, Deutzy.”sapa
Mark pada Bryan.
“Deutzy? Wow, nama
keren tuh.”kata Bryan senang.
“Mark, jangan.”kata
Shane dari luar.
Mark tetap bersikeras
untuk memarahi Simon, padahal Shane berusaha mencegahnya. “Simon, kamu jahat.
Kamu tega mengusir Shane dari Westlife.”
“Apa maksud kamu,
Mark?”tanya Simon pada Mark.
“halah, nggak usah
ngelak deh. Kamu habis mengusir Shane kan, ayo jawab.”jawab Mark keras.
“haha, kalau iya
kenapa?”tanya Simon enteng.
“kalau kamu emang
nggak suka sama aku itu nggak masalah kamu boleh sakiti aku, tapi tolong jangan
pernah kamu membenci Shane. Kalau kamu ingin memecat aku silahkan asal jangan
bawa Shane.”kata Mark membela Shane.
“oh, so sweet.
Bener-bener mengharukan sekali dirimu, Mark.”kata Simon mendekati Mark.
“selama ini aku happy
bisa gabung dengan Westlife bisa mengenal Nicky, Kian, Bryan dan Shane. Tapi
ternyata ada orang yang membuatku nggak betah.”kata Mark sewot.
“oh gitu, heh Feehily
kalau bukan aku juga kamu nggak mungkin bisa setenar sekarang.”kata Simon
dengan pongahnya.
“jangan pongah dulu,
semua ini memang karena kamu tapi ada Tuhan yang selalu membantuku. Aku
sekarang sadar, kalau ketenaran itu nggak selamanya membuat aku happy. Aku
nggak mau terjerumus dosa hanya karena ketenaran ku ini. aku masih mau menjadi
Mark Feehily yang tida pongah seperti mu.”kata Mark penuh keberanian.
“oh, jadi kamu tidak
bersyukur dengan semua nya ini.”kata Simon.
“tentu aku sangat
bersyukur sekali karena melalui ini semua, aku bisa menambah pengalaman. Tuhan
sangat menyayangiku sehingga membuatku bisa seperti ini. inget, kamu seperti
ini juga karena Tuhan. Jangan kamu sombong dulu, inget roda terus berputar.
Bisa aja suatu saat nanti kamu akan ada dibawah.”Mark ikut mendekati.
Tampak terlihat Simon
hanya terdiam, begitu juga dengan Bryan, Nicky, Kian dan Shane yang hanya
terpaku melihat Mark bagaikan malaikat banget.
“Simon, selama ini
aku selalu menganggap kamu itu seperti ayah aku sendiri. Meski kamu terlalu
keras sama aku, kamu terlalu gimana-mana itu selalu aku wajarkan. Kalian semua
ini udah jadi keluarga aku banget. Ada Kak Nicky, Kak Shane, Bryan dan Kian.
Kamu juga, Simon. Tuhan itu sangat menyayangi kamu, makanya Tuhan memberikan
ini semua ke kamu tapi ingatlah jangan kamu sia-siakan semua ini dengan hal
yang dapat membuat kamu menyesal. Itu aja yang mau aku sampaikan, kalau kamu
mau mendengarkan bagus kalau nggak itu terserah kamu. Masih ada hal yang mesti
aku lakukan. Permisi.”Mark langsung berbalik dan berjalan, hingga.
“Feehily.”panggilan
itu membuat Mark menghentikan langkah nya “yeah.”jawabnya dan memandang Simon.
“terima kasih, kamu
sudah mengingatkan aku Mark. Maafkan aku yang sudah kasar sama kamu selama
ini.”ucap Simon menyesal.
“tak ada yang perlu
disalahakan, semua manusia itu pasti ada salahnya tak ada yang sempurna didunia
ini. kalau Tuhan selalu memaafkan, kenapa aku sebagai ciptaan nya tidak.”kata
Mark merendah.
“Ya Tuhan, Mark. Hati
kamu begitu mulia sekali, pantas saja Shane Dkk sangat mengaggumi kamu.”kata
Simon dan membuat Mark tersipu.
“ah, kalian tidak
perlu seperti itu. Memang pada dasarnya aku tak ingin dendam.”Mark tetap
merendah diri.
“Lads, daripada galau
terus mendingan nih minum.”kata Bryan iseng dan melemparkan minuman.
“setuju tuh.”kata
Shane menyetujui nya.
Mark, Simon, Shane,
Kian, Nicky, dan Bryan memulai minum dan barulah mereka melakukan sulang gelas,
dan “cherrs for Westlife.”
“gimana, untuk
merayakan kita pesta besok. Untuk Mark, kamu akan aku kenalkan pada anak cewek
aku.”kata Simon pada kami semua.
Kami menyetujui,
saking serunya Mark melupakan akan kesedihan nya sejenak barulah rasa sakit nya
terasa lagi.
“astaga.”kata Mark
memegang kepalanya.
“Mark.”ucap mereka
serentak.
“kamu kenapa,
Mark?”tanya Kian khawatir.
“nggak apa kok,
Kialo. Cuma pusing aja.”jawab Mark enteng.
“pasti sakit nya Mark, kambuh lagi.” kata
Shane dalam hati.
“nggak apa gimana,
kening kamu panas banget.”kata Nicky memegang kening Mark.
“panggil dokter.”perintah
Simon tapi dilarang.
“jangan, Simon. Kamu
nggak perlu panggil dokter, aku nggak apa. Lagian udah hilang juga.”Mark terus
keras kepala.
“nggak, Mark. Mau
nggak mau kamu harus diperiksa dokter.”paksa Bryan pada Mark.
“jangan tarik lengan
ku, Bry. Lenganku sakit.”kata Mark kesakitan.
“Bry, lepasin kasihan
dia.”perintah Shane pada Bryan dan Bryan mau.
“ya sudah, kalau
gitu. Kami panggil dokter ya.”kata Simon mengambil handphone nya.
“nggak perlu, Mon.
Aku mohon.”pinta Mark meneteskan air mata.
“hei, kenapa kamu
sedih?”tanya Nicky pada Mark.
“nggak apa, kalian
mau tau aku kenapa?”tanya Mark balik.
“iya, Mark. Tolong
beritahu kami, dan janganlah membuat kami menyesal nantinya.”Kian memohon pada
Mark.
Mark hanya menghela
nafas panjang.
“kalau kalian mau
tahu, kalian bisa tanya ke Shane. Dia udah tau semuanya.”