Kamis, 12 Juli 2012

Novel The Westlife Story part 7


“Gue nggak apa kok, Shane.”katanya mulai keras kepala.
“nggak apa, gimana? Jelas-jelas kondisi loe sangat mengkhawatirkan, Mark.”kataku keras.
Mark hanya terdiam.
“tadi dokter bilang kalau loe harus melakukan CT-Scan, Mark. Memang loe sakit apa sih? Tolong, Mark. Jujur sama gue, jangan membuat gue menyesal nanti.”kataku mulai bersedih.
“jadi, loe mau tau gue kenapa Shane?”tanya Mark padaku.
“iya, Mark. Sangat ingin tahu, jadi tolong beritahu gue sekarang juga.”perintahku.
Mark menghela nafas panjang, barulah dia mengatakan. “bisa gue minta tolong, Shane.”tanya nya.
“iya, loe mau suruh gue ambil apa.”tanya aku balik.
“Di laci paling bawah, ada amplop besar. Jadi tolong ambilkan yang itu.”ucap Mark seraya bangun dari tidurnya.
“apakah yang ini?”tanyaku dan Mark mengangguk.
Aku menyerahkan amplop itu pada Mark dan dia langsung menerima nya.
“Shane, kemarin lusa sebenarnya gue udah melakukan CT-Scan.”kata Mark jujur.
“terus, apa hasilnya?”tanyaku.
“ini loe bisa buka amplop ini, disitu tertulis hasil nya.”jawab Mark padaku.
Aku pun segera membuka amplop itu tampak ada hasil CT-Scan Mark dan alangkah terkejut nya aku melihat hasil nya. “APA?!”Pekik ku.
“Iya, Shane. Disitu tertera kalau aku divonis dokter mengidap kanker darah.”jelas Mark padaku dan aku langsung menjatuhkan kertas itu.
Aku melihat mata Mark yang bening itu, aku tak percaya dengan apa yang aku dengar sekarang.
“jadi itulah, kenapa gue selalu pingsan dan mimisan. Dan dokter bilang kalau gue ingin sembuh, gue harus melakukan operasi tulang sumsum belakang.”Mark menjelaskan akan sakitnya itu.
“operasi tulang sumsum belakang?”tanyaku.
“iya, Shane. Operasi itu dilakukan setelah gue udah nemuin pendonor nya yang cocok dengan gue.”terang Mark.
“Ya Tuhan, Mark. Kenapa loe rahasiain ini dari gue? Kenapa, Mark.”aku pun ikut bersedih.
“itu karena gue nggak mau menambah beban loe aja, Shane. Gue nggak mau melihat orang yang gue sayangi itu sedih karena gue.”kata Mark meneteskan air mata.
“tapi, kalau loe malah membuat gue tambah sedih Mark. Gue itu sahabat loe, gue juga kakak loe. Apa itu yang namanya sahabat, sampai-sampai gue nggak tahu hal ini.”teriak ku.
“Maafin aku, Shane. Aku nggak bermaksud demikian, aku hanya ingin mencari waktu yang tepat saja. Karena, aku nggak mau kebahagiaan loe hancur dengan Gillian hanya karena gue. Gue nggak mau itu, maafin gue Shane.”kata Mark menyesal dan menangis.
Melihat Mark menangis membuat ku tidak tega melanjutkan marah ku padanya, kasihan sekali kamu Mark. Kenapa bukan aku aja yang sakit, kenapa harus kamu.
“maafin gue, Shane. Kalau loe mau marah, marah aja. Gue nggak apa kok, gue salah sama loe Shane. Maafin gue.”Mark tersedu dan memeluk kaki ku.
“hah, Mark. Jangan seperti ini, nggak baik. Bangunlah, Mark.”perintahku tapi Mark tetap enggan berdiri.
“nggak, Shane. Gue nggak akan pernah bangun sebelum loe maafin gue.”kata Mark tetap keras kepala.
Aku pun terpaksa ikut menunduk agar lebih sopan, nggak baik kan kalau aku ngomong tapi Mark malah menunduk memeluk kakiku.
“Gue nggak marah sama loe, Mark. Gue Cuma sedih aja, gue takut aja.”kataku tersedu.
“jadi, loe nggak marah sama gue, Shane.”tanya Mark.
“Mark, semua orang berhak menutupi seperti ini. gue bisa mengerti kok, mungkin kalau gue jadi loe gue bakalan melakukan demikian.”kataku Bijak.
“Maafin gue juga, Shane. Kalau luka darah loe itu gue lakukan sengaja.”kata Mark dan aku terkejut.
“Maksud loe?”tanyaku.
“iya, Shane. Aku sengaja membuat luka itu supaya gue bisa mengambil darah loe dan gue bisa mengetest darah loe itu cocok apa tidak. Maafin gue, Shane.”kata Mark tetap menunduk.
“Jadi, ini karena loe mau test darah. Kenapa loe nggak jujur ke gue, Mark? KENAPA.”kataku sangat keras sekali.
“Maaf, Shane. Kalau cara gue salah, maafin gue. Gue khilaf, Shane.”Mark semakin terlihat ketakutan, tapi entah kenapa aku masih ingin memarahinya.
“loe keterlaluan, Mark. Lancang loe ambil darah gue, loe tau sedikit loe lukai darah gue itu artinya loe hampir saja melukai persahabatan kita. Bukannya kita pernah janji, kalau nggak ada yang bisa melukai darah persahabatan kecuali kecelakaan.”Aku pun tetap belum bisa mengendalikan emosiku.
“tapi waktu itu aku nggak ada pilihan lain, Shane.”kata Mark.
Saking marahnya aku ke Mark, aku tak sadar kalau aku mengangkat tanganku seakan aku hendak menampar Mark.
“hah, maafin gue Shane. Jangan tampar aku, Shane. Maafin gue, gue khilaf Shane. Maafin gue.”kata Mark.
“Ya Tuhan, aku hampir saja menamparnya. Maafkan aku, Tuhan.”ucapku dalam hati.
Kulihat Mark akan mencium kakiku dan berkata “aku telah merusak nya, Shane. Kesalahan ku sudah sangat fatal, kalau loe mau gue akan cium kaki loe sekarang Shane.”
“Nggak, Mark. Jangan lakukan itu, kalau loe nekat gue akan beneran marah sekali sama loe.”cegahku.
Mark pun langsung bangun dan aku langsung peluk dia seerat mungkin, “maafin gue juga, Mark. Gue udah kasar sama loe, gue hampir saja menampar loe.”sesalku.
“nggak apa kok, Shane. Loe berhak lakukan seperti itu, itu semua salah gue. Mungkin ini pertanda kita harus berpisah.”kata Mark tiba-tiba.
“Nggak, aku nggak mau berpisah sama kamu Mark. Aku nggak mau.”kupeluk Mark semakin erat.
“tolong, Shane. Jangan pernah loe kasih tahu hal ini ke siapapun, gue mohon Cuma loe aja yang tahu.”pinta Mark padaku,
“kenapa,Mark?”tanyaku.
“biar gue saja yang bilang, Shane. Aku mohon.”kata Mark memohon padaku dan aku hanya mengangguk pasrah.
“ya sudah, loe tidur lagi gih. Masih subuh.”perintahku.
Untungnya Mark menuruti kata-kataku, tak lama kemudian Mark mulai tertidur. Ketika Mark tidur. Ku tatap wajah tampan nya itu, “Ya Tuhan malang sekali nasibnya. Kenapa di usia nya yang masih muda, harus di uji seperti ini.” Aku dapat melihat sesungguhnya Mark sangat terluka dan bersedih tapi dia berusaha untuk tegar di depanku.suasana ini membuat aku tidak mau melanjutkan tidur karena aku nggak mau kalau aku tidur nanti terjadi sesuatu pada Mark. Tapi rasa kantuk ku terus mengganggu ku akhirnya aku terpaksa tidur dengan memasangkan alarm.
*
Keesokan harinya aku terbangun dan ku lihat Shane masih tertidur lelap. Aku mendekati Shane dan ku tatap wajah sendu nya itu, “Ya Tuhan aku adalah orang yang sangat beruntung bisa mengenal dan mempunyai orang sebaik dia, dia bener-bener malaikat buatku. Aku sangat menyayangi dia.” Aku terus mendekati Shane, ku elus kening nya pelan dan aku kucium kening halus nya itu.
*
Ketika aku bangun, aku merasa ada yang membuat dadaku berat. Ternyata Mark sedang tertidur di dadaku. Lucu banget dia tidur. Aku mengelus rambut hitam nya itu. Ternyata membuat Mark terbangun.
“hei, Mark. Udah bangun.”kataku pada Mark tersenyum.
“iya, Shane. Ehm, hari ini loe latihan lagi ya.”tanya Mark padaku.
“iya, kenapa?”tanyaku balik.
“hah, nggak kok Shane.”jawab Mark sambil beranjak dari kasur dan berkata “tetep jaga rahasia ya, Shane.”
“iya, Mark. Tunggu.”aku ikut bangun dari kasur.
Mark dan aku menikmati breakfast yang disediakan oleh orangtua Mark. Setelah itu barulah, aku pamit dan langsung menuju rumah untuk bersih-bersih barulah aku menuju studio.
*
Aku merasa bosan dirumah, maka aku pergi ke studio tapi nggak masuk. Aku hanya mengintip dari jendela. Aku sangat sedih dan sangat menginginkan bisa ada ditengah-tengah mereka semua, tapi sayang kondisi ku yang sekarang tidak memungkinkan. Jujur aku sangat iri pada mereka, “Ya Tuhan, andaikan aku tidak seperti ini. pasti tidak akan seperti ini. aku sangat ingin disana.” Aku tak sadar kalau aku kembali menangis padahal aku berusaha untuk tegar tapi ternyata setiap aku melihat mereka, aku selalu gagal.
*
Ketika aku latihan, aku melihat ada Mark dijendela. Hah, Mark menangis. Aku tau, itu pasti karena dia sangat menginginkan latihan seperti kami. “Ya Tuhan, kasihan sekali kamu Mark.” Aku janji setelah ini, aku akan mencarikan pengobatan untuk dia. Aku taak sadar, kalau aku di tegur oleh Simon.
“Filan..”teriak Simon padaku.
“hah, maaf Simon.”kataku.
“keluar kamu dari sini.”usir Simon dan aku hanya menuruti nya.
Aku keluar dari studio, dan segera menemui Mark. Kulihat dari jauh, Mark masih sedih. Aku dekati Mark, dan ku berikan sapu tanganku.
“jaman sekarang nggak ada yang namanya cowok cengeng.”ucapku pada Mark.
“Shane, Loe.”kata Mark terkejut dan langsung menerima menghapus air matanya dengan sapu tangan yang aku berikan.
“loe ngapain disini, Mark. Kok nggak masuk aja.”tanyaku.
“hah, nggak kok Shane. Loe tau kan, gue udah dipecat dari Westlife. Jadi buat apa gue masuk.”jawab Mark. “terus loe sendiri ngapain disini?”tanya Mark padaku.
“Gue juga diusir, Mark.”kataku menunduk.
“Apa, keterlaluan.”Mark berdiri dari duduknya.
“Hei, Mark. Loe mau ngapain.”tanyaku ikut berdiri.
“gue harus kasih pelajaran ke Simon.”katanya seraya berjalan menuju studio dan aku mengejar Mark.
Di studio, Simon masih mengajari Bryan, Kian, dan Nicky.
“ahh, bete. Kalau nggak ada Shane dan Mark.”kata Nicky pada Bryan dan Kian.
“iya, gue juga. Nggak seru, kita kan berlima harusnya kita latihan juga berlima.”kata Kian tak kalah sewotnya.
“berhenti aja dulu ah, males kalau nggak  ada mereka.”kata Bryan berhenti latihan.
Tiba-tiba, Mark datang dan langsung marah-marah pada Simon.
 “SIMON COWELL.”Teriak Mark.
“Mark.”kata Simon.
“hah, Freddie..”kata Nicky tersenyum melihat ada Mark.
“Nico.”kata Mark melihat Nicky.
“Freddiee.”sapa Kian juga.
“hei, Kialo.”Mark tersenyum pada Kian.
“lah gue nggak disapa nih.”kata Bryan terlihat iri.
“hello, Deutzy.”sapa Mark pada Bryan.
“Deutzy? Wow, nama keren tuh.”kata Bryan senang.
“Mark, jangan.”kata Shane dari luar.
Mark tetap bersikeras untuk memarahi Simon, padahal Shane berusaha mencegahnya. “Simon, kamu jahat. Kamu tega mengusir Shane dari Westlife.”
“Apa maksud kamu, Mark?”tanya Simon pada Mark.
“halah, nggak usah ngelak deh. Kamu habis mengusir Shane kan, ayo jawab.”jawab Mark keras.
“haha, kalau iya kenapa?”tanya Simon enteng.
“kalau kamu emang nggak suka sama aku itu nggak masalah kamu boleh sakiti aku, tapi tolong jangan pernah kamu membenci Shane. Kalau kamu ingin memecat aku silahkan asal jangan bawa Shane.”kata Mark membela Shane.
“oh, so sweet. Bener-bener mengharukan sekali dirimu, Mark.”kata Simon mendekati Mark.
“selama ini aku happy bisa gabung dengan Westlife bisa mengenal Nicky, Kian, Bryan dan Shane. Tapi ternyata ada orang yang membuatku nggak betah.”kata Mark sewot.
“oh gitu, heh Feehily kalau bukan aku juga kamu nggak mungkin bisa setenar sekarang.”kata Simon dengan pongahnya.
“jangan pongah dulu, semua ini memang karena kamu tapi ada Tuhan yang selalu membantuku. Aku sekarang sadar, kalau ketenaran itu nggak selamanya membuat aku happy. Aku nggak mau terjerumus dosa hanya karena ketenaran ku ini. aku masih mau menjadi Mark Feehily yang tida pongah seperti mu.”kata Mark penuh keberanian.
“oh, jadi kamu tidak bersyukur dengan semua nya ini.”kata Simon.
“tentu aku sangat bersyukur sekali karena melalui ini semua, aku bisa menambah pengalaman. Tuhan sangat menyayangiku sehingga membuatku bisa seperti ini. inget, kamu seperti ini juga karena Tuhan. Jangan kamu sombong dulu, inget roda terus berputar. Bisa aja suatu saat nanti kamu akan ada dibawah.”Mark ikut mendekati.
Tampak terlihat Simon hanya terdiam, begitu juga dengan Bryan, Nicky, Kian dan Shane yang hanya terpaku melihat Mark bagaikan malaikat banget.
“Simon, selama ini aku selalu menganggap kamu itu seperti ayah aku sendiri. Meski kamu terlalu keras sama aku, kamu terlalu gimana-mana itu selalu aku wajarkan. Kalian semua ini udah jadi keluarga aku banget. Ada Kak Nicky, Kak Shane, Bryan dan Kian. Kamu juga, Simon. Tuhan itu sangat menyayangi kamu, makanya Tuhan memberikan ini semua ke kamu tapi ingatlah jangan kamu sia-siakan semua ini dengan hal yang dapat membuat kamu menyesal. Itu aja yang mau aku sampaikan, kalau kamu mau mendengarkan bagus kalau nggak itu terserah kamu. Masih ada hal yang mesti aku lakukan. Permisi.”Mark langsung berbalik dan berjalan, hingga.
“Feehily.”panggilan itu membuat Mark menghentikan langkah nya “yeah.”jawabnya dan memandang Simon.
“terima kasih, kamu sudah mengingatkan aku Mark. Maafkan aku yang sudah kasar sama kamu selama ini.”ucap Simon menyesal.
“tak ada yang perlu disalahakan, semua manusia itu pasti ada salahnya tak ada yang sempurna didunia ini. kalau Tuhan selalu memaafkan, kenapa aku sebagai ciptaan nya tidak.”kata Mark merendah.
“Ya Tuhan, Mark. Hati kamu begitu mulia sekali, pantas saja Shane Dkk sangat mengaggumi kamu.”kata Simon dan membuat Mark tersipu.
“ah, kalian tidak perlu seperti itu. Memang pada dasarnya aku tak ingin dendam.”Mark tetap merendah diri.
“Lads, daripada galau terus mendingan nih minum.”kata Bryan iseng dan melemparkan minuman.
“setuju tuh.”kata Shane menyetujui nya.
Mark, Simon, Shane, Kian, Nicky, dan Bryan memulai minum dan barulah mereka melakukan sulang gelas, dan “cherrs for Westlife.”
“gimana, untuk merayakan kita pesta besok. Untuk Mark, kamu akan aku kenalkan pada anak cewek aku.”kata Simon pada kami semua.
Kami menyetujui, saking serunya Mark melupakan akan kesedihan nya sejenak barulah rasa sakit nya terasa lagi.
“astaga.”kata Mark memegang kepalanya.
“Mark.”ucap mereka serentak.
“kamu kenapa, Mark?”tanya Kian khawatir.
“nggak apa kok, Kialo. Cuma pusing aja.”jawab Mark enteng.
“pasti sakit nya Mark, kambuh lagi.” kata Shane dalam hati.
“nggak apa gimana, kening kamu panas banget.”kata Nicky memegang kening Mark.
“panggil dokter.”perintah Simon tapi dilarang.
“jangan, Simon. Kamu nggak perlu panggil dokter, aku nggak apa. Lagian udah hilang juga.”Mark terus keras kepala.
“nggak, Mark. Mau nggak mau kamu harus diperiksa dokter.”paksa Bryan pada Mark.
“jangan tarik lengan ku, Bry. Lenganku sakit.”kata Mark kesakitan.
“Bry, lepasin kasihan dia.”perintah Shane pada Bryan dan Bryan mau.
“ya sudah, kalau gitu. Kami panggil dokter ya.”kata Simon mengambil handphone nya.
“nggak perlu, Mon. Aku mohon.”pinta Mark meneteskan air mata.
“hei, kenapa kamu sedih?”tanya Nicky pada Mark.
“nggak apa, kalian mau tau aku kenapa?”tanya Mark balik.
“iya, Mark. Tolong beritahu kami, dan janganlah membuat kami menyesal nantinya.”Kian memohon pada Mark.
Mark hanya menghela nafas panjang.
“kalau kalian mau tahu, kalian bisa tanya ke Shane. Dia udah tau semuanya.”

Novel The Westlife Story part 6


“itu karena gue, karena gue sakit Shane.”aku sadar kalau aku keceplosan tapi biarlah Shane tahu.
“sakit? Loe sakit apa, Mark.”tanya Shane padaku.
“gue sakit, sakit. Ahh, gue bilang keluar loe dari sini Shane.”dorongku ke Shane keluar kamar tapi kaki ku menatap meja cukup keras. “aw.”
“Mark, loe kenapa?”tanya Shane seraya kembali masuk.
“gue bilang jangan masuk, Shane. Pergi loe.”usir ku keras pada Shane dan mengunci pintu.
“ok, kalau itu mau loe gue akan pergi. Tapi yang harus loe tau, Mark. Meski loe sudah membenci gue, tapi gue nggak akan pernah benci sama loe, gue tetep sayang sama loe. Loe tetep jadi adik gue, Mark.”ucap Shane dari luar kamar.
Tapi aku tidak mendengar kata-kata Shane yang terakhir, karena aku keburu pingsan.
*
Aku keluar dari kamar Mark dengan langkah yang berat, ini yang pertama kali Mark seperti itu padaku. Mungkinkah ini ujian dari persahabatan kami ini. ketika aku menuruni tangga, aku mendengar suara dari kamar Mark.
“Mark.”kudekati pintu kamar Mark. “sial pintu dikunci, aku dobrak saja.”aku berusaha mendobrak pintu kamar Mark.
Setelah aku buka, alangkah terkejut nya aku melihat Mark tergeletak dilantai dengan ada lampu di punggung nya. Pasti ini tadi setelah pertengkaran kami itu. Aku segera mengangkat Mark, entah darimana aku punya kekuatan mengangkat tubuh Mark yang lebih berat ini mungkin kah ini karena aku dan Mark sudah memiliki ikatan batin yang kuat.
“Mark, bangunlah.”aku berusaha membangunkan Mark dengan memberi kan minyak angin di hidung nya. Aku segera mengambil kompresan hangat untuk Mark, dan aku segera mengompres kening Mark.
Ingin rasanya, aku ada di samping nya tapi aku takut kalau Mark akan berbuat nekat seperti tadi itu. Maka lebih baik aku pulang saja, ketika aku berbalik.
“dimana aku?”tanya Mark lemah.
“Mark, kamu udah sadar?”tanyaku senang.
“Shane, aku dimana?”tanya Mark padaku.
“kamu ada dikamar Mark, tadi kamu pingsan Mark.”jawab ku.
“oh, seinget gue bukannya gue tadi mengusir loe ya.”kata Mark tiba-tiba.
“ehm, Mark sorry gue bukannya tidak mau menuruti apa mau loe tadi tapi yang jelas gue kembali karena gue ngelihat loe pingsan di kamar. Jadi, gue nggak tega kalau gue ninggalin loe.”aku berterus terang.
“kalau gitu sekarang bisa tinggalin gue sendirian, gue udah nggak apa-apa.”Mark tetap mengusirku.
“Mark, ayolah untuk kali ini aja. Gue takut kalau loe kenapa-napa, ok kalau loe nggak mau gue disini. Gue bisa nungguin loe diluar.”akupun berjalan menuju luar kamar.
“jadi, loe mau nemenin gue gitu.”kata Mark dari belakang.
“iya, Mark. Tapi kalau loe nggak ijinin, gue tungguin loe diluar.”aku terus berjalan.
“tunggu, loe nggak perlu diluar. Kalau loe mau nemenin gue, loe disini aja. Kalau loe tetep keras kepala, gue beneran marah sama loe.”kata Mark mengizinkan dan juga mengancamku.
“hah, serius loe Mark.”aku pun mendekati Mark dan aku rangkul dia, “makasih,Mark.”
“iya, Shane. Sama-sama.”ucap Mark seraya melepas pelukan nya. “maafin gue, tadi gue udah kasar banget sama loe. Gue khilaf, Shane.”kata Mark menunduk.
“iya, Mark. Nggak apa kok, gue bisa mengerti. Udah yuk, loe tidur aja.”perintahku pada Mark.
“gak bisa tidur, Shane.”kata Mark.
Aku pun mencari sesuatu agar Mark bisa tertidur, tiba-tiba benak ku teringat akan kotak musik yang pernah aku kasih ketika Mark ulang tahun.
“aku pasangin ini ya.”kataku dan Mark setuju.
Suara kotak musik itu mulai terdengar dengan indah, dan aku bisa melihat Mark sangat menikmati nya. Menit demi menit, aku mulai melihat mata bening nya dia mulai mengantuk akhirnya Mark tertidur.
“syukurlah, dia udah tidur. Ternyata ini bisa membuat dia tidur.”ucapku dalam hati.
Aku langsung mematikan kotak musik itu dan meletakkan di meja. Aku kembali mendekati nya dan ku pasangkan selimut untuk Mark, barulah aku menyusul Mark tidur.
Aku mengeluskan kening Mark dan kuucapkan “Good Night, my lovely Brother.”aku langsung mematikan lampu tidur dan aku tertidur.
*
Aku terbangun dari tidurku,rupanya aku ingin ke toilet namun kepalaku terasa sangat sakit sekali.
“Ya Tuhan, kepalaku.”ucapku dalam hati aku berusaha untuk tidak membuat Shane terbangun karena aku berisik. Tapi ternyata, suaraku tetap membuat Shane bangun.
“Mark.”sapa Shane padaku.
“Shane, kok loe bangun.”tanya ku pada nya.
“harusnya, gue yang tanya ke loe. Loe kenapa bangun. Ini masih jam 1 malam, Mark.”tanya Shane padaku.
“ehm, gue mau ke toilet Shane.”jawabku.
“oh, gue kira loe mau ngapain. Ya udah sana.”perintah Shane padaku.
“iya, Shane.”kataku seraya beranjak dari tempat tidur, tapi tubuhku hampir saja ambruk.
“Ya Tuhan, Mark. Loe kenapa?”tanya Shane panik.
“gue nggak apa kok, Shane.”jawabku.
“nggak apa gimana, loe mau aja pingsan Mark. Ya udah, mending gue anterin aja.”kata Shane padaku.
“nggak ah, Shane. Gue bisa sendiri, lagian loe mesti istirahat cukup.”tolakku pelan.
“ah, biarin gue gampang Mark. Ayo, gue temenin.”kata Shane seraya memapah tubuhku.
Aku pun tidak dapat menolak kebaikan Shane, dia bener-bener baik banget beruntung aku mengenalnya.
“ya udah,gue tungguin disini.”kata Shane yang berhenti di depan pintu toilet.
“makasih ya, Shane.”ucapku seraya masuk ke dalam toilet.
Di dalam toilet, rasa sakit semakin menusuk di kepalaku untung aku tidak pingsan di situ.
*
Diluar aku menunggu Mark hingga selesai, meski kantuk ku masih terasa entah kenapa aku tidak ingin beranjak dari sana. Akhirnya, orang yang aku tunggu sudah keluar.
“hei, Mark.”aku menarik tangan Mark, tapi alangkah terkejut nya aku Mark langsung ambruk begitu saja. Aku langsung menangkap tubuh besar nya “Ya Tuhan, Mark.”
Dengan segera, aku bawa dia ke kamar dan aku juga memanggil dokter.
“bagaimana dok?”tanyaku pada dokter.
“sepertinya, Mark harus melakukan CT-Scan.”jawab dokter.
“CT-Scan, dok? Kenapa.”tanyaku lagi.
“supaya kita bisa tahu apa yang Mark alami sekarang.”jawab dokter.
“CT-Scan, memang Mark sakit parah gitu.”tanyaku tak mengerti.
“iya, kita belum tahu pasti makanya ada baiknya kalau Mark melakukan CT-scan sebelum terlambat.”kata dokter panjang lebar.
Tak lama kemudian, dokter pamit pulang dan saat itulah Mark tersadar.
“Mark.”sapaku.
“Shane.”sapa balik Mark, dia berusaha bangun tapi aku cegah.
“jangan banyak gerak dulu.”aku terus mencegah, aku bisa melihat Mark sangat lemah.

Novel The Westlife Story part 5


“kami Cuma mau kamu tarik kata-kata kamu untuk tidak memecat Mark dari Westlife.”jawab Shane yang tidak kalah kesalnya.
Akhirnya tidak ada pilihan lain, Simon menarik kata-kata nya itu. Kami segera menuju rumah Mark.
“oh, jadi itu yang membuat Mark berdiam terus dikamar.”kata papaku pada mereka.
“iya, Om. Jadi Mark ada dikamar, boleh kami masuk.”tanya ku sopan.
“tentu saja boleh, Shane. Masuk saja.”kata papa ku.
Kami menuju kamar Mark, tapi ternyata pintu kamar terkunci.
“Mark, dirimu didalam kah?”tanya Kian padaku.
Aku mendengar kalau itu suara mereka, tapi aku enggan bertemu dengan mereka aku tidak ingin keluar kamar sekarang.
“kalian ngapain kesini, kalian pulang saja. Lanjutkan latihan kalian itu.”ucapku dari dalam kamar.
“Mark, ini gue Shane. Ayolah, keluar.”kata Shane yang ikut membujuk aku.
“Gak, Shane. Tinggalin gue sendiri, gue lagi nggak mau diganggu.”teriak ku dan akhirnya mereka mengalah dan pergi dari kamar nya.
“mereka beneran pergi ya, maafin aku teman-teman.”aku hanya bisa bersedih saja.
*
Kami gagal membujuk Mark untuk kembali ke studio, tapi aku tidak akan pernah menyerah untuk bisa membawa Mark bergabung dengan kami.
“pokoknya, sebelum ada Mark. Gue nggak mau latihan.”ucap Bryan pada kami.
“iya, Bry. Gue setuju sama loe, biar bagaimana pun Westlife itu impian Mark juga kan.”kata Kian.
“tapi, kenapa gue merasa ada yang aneh dengan Mark ya.”kataku pada mereka.
“aneh? Aneh gimana, Shane?”tanya Nicky padaku.
“iya, belakangan ini gue sering ngeliat Mark mimisan dan jatuh pingsan dan wajahnya itu pucet banget.”jawabku.
“iya, Shane benar. Gue juga merasakan hal itu.”kata Kian menyetujui ucapanku.
“sebenarnya Mark kenapa, ya. Jangan-jangan, Mark menyembunyikan sesuatu.”kata Bryan mulai curiga pada Mark.
“gue juga semakin curiga, Bry. Tapi gimana caranya, kita tau.”tanyaku.
Mereka akhirnya terdiam dan tidak bisa menjawab akan pertanyaanku setelah itu aku pamit pulang dan aku memilih untuk menemui Mark. Setiba dirumah Mark..
*
Sudah sehari aku berdiam diri di kamar, mataku pun agak sembab karena terus menerus bersedih. Bagaimana tidak, aku divonis dokter mengidap kanker darah dan aku sembuh apabila aku sudah dapat donor tulang sumsum belakang, siapakah yang bisa membantuku? Ya Tuhan...
“Mark.”sapa seseorang dari luar.
“Shane, kenapa dia kembali lagi.”ucapku dalam hati, “iya, Shane.”
“bolehkah aku masuk?”tanya Shane dari luar.
“ehm, sebentar.”aku menghapus air mataku lalu ku buka pintu.
“hai, Mark. Syukurlah kamu mau bukain pintu nya.”ucap Shane tersenyum.
“ada apa, loe kesini Shane?”tanyaku pada Shane.
“Mark, ada hal yang mau aku tanyakan ke kamu.”tanya balik Shane padaku.
“kamu mau tanya apa, Shane?”tanyaku lagi seraya menutup pintu kamar.
“loe sebenarnya kenapa sih, kenapa sikap loe aneh banget hari ini.”tanya Shane lagi.
“aneh, gak kok gue biasa aja.”jawabku tenang.
“jangan bohong loe, Mark. Gue tau kalau loe lagi nyimpen masalah, cerita aja ke gue.”Shane menatap mataku.
“gue nggak apa, Shane.”kataku mengalihkan pandanganku dari Shane tapi Shane tetap membuatku terus menatap matanya.
“ayo, Mark. Katakan sekarang, loe kenapa?”tanya Shane memegang pundak ku.
“aku gak bisa cerita ini sekarang, Shane. Maaf, aku nggak bisa.”jawabku seraya melepaskan tangan Shane dari pundak ku.
“Frediee..”ucap Shane memanggil nama lainku.
“boleh aku minta sampel darah kamu, Shane.”tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“hah, buat apa Mark.”tanya Shane balik.
“Astaga aku keceplosan, harusnya aku tidak bilang ini ke Shane.”ucapku dalam hati. “gak apa kok Shane, tadi gue Cuma bercanda aja.”jawabku tersipu.
Aku berpura-pura menyenggol foto ku, dan alhasil kaca nya pecah.
“hei, Mark. Hati-hati, ada kaca pecah.”teriak Shane yang melihatku hampir mundur dan kaki ku hampir saja mengenai pecahan itu.
Aku melihat Shane langsung memungutnya sampai tiba-tiba jari Shane berdarah, rencana ku berhasil.
“hah, tangan loe berdarah Shane. Gue obatin ya.”aku menawarkan diri.
Aku pun mengambil kesempatan itu, dan aku mengambil darah Shane diam-diam. Setelah itu, aku mengobati luka jari Shane.
“maaf, Shane. Gue nggak sengaja, maaf ya.”sesalku pada nya.
“iya, gak apa kok Mark.”kata Shane tetep tersenyum.
“maafin gue, Shane. Maaf karena gue terpaksa melakukan ini ke loe,tapi ini demi kesembuhan gue. Gue juga nggak mau membuat loe semua sedih.”ucapku dalam hati seraya meneteskan air mata.
“hei,Mark. Kenapa loe sedih? Loe masih ngerasa bersalah ya. Gue nggak apa kok, ini Cuma luka kecil aja. Nanti juga sembuh,Mark.”kata Shane menghibur ku.
“gue nggak sedih karena itu kok, Shane. Tapi something aja.”aku pun berusaha tersenyum pada Shane. “udah, jangan kena air dulu ya.”
“iya, Mark. Sstt, udah dong jangan sedih. Nanti gue ikutan sedih.”Shane masih menghibur ku dan aku pun memilih untuk memeluk nya.
“Shane.”ucapku sedikit tersedu.
“kamu kenapa sih,Mark? Kalau kamu memang lagi ada masalah, cerita aja.”ucap Shane pelan seraya mengelus-elus rambutku.
Aku terdiam sejenak, dan berpikir hingga akhirnya..
“sanggup kah kamu kehilangan aku sekarang, Shane?”tanyaku pada Shane dan langsung melepas pelukan nya.
“kenapa loe bicara seperti itu? Jelas gue nggak sanggup, Mark.”jawab Shane dengan tegas.
“loe yakin dengan jawaban loe itu, Shane.”tanyaku ragu.
“loe masih ragu, Mark.”tanya balik Shane padaku dan aku hanya mengangguk pelan.
“tuh, loe diem aja. Itu artinya gak ada salahnya kalau gue ragu sama loe.”kataku seraya berdiri menjauhi Shane.
“Mark, loe salah kalau loe masih ragu dengan gue. Loe itu udah gue anggep sebagai adik gue sendiri.”kata Shane mendekatiku. “Mark, sejak awal kita bertemu gue udah mulai nyaman deket loe, loe itu orang yang enak diajak share apapun dan loe juga baik banget sama loe.”kata Shane panjang lebar.
“gue mau tanya sesuatu, kalau gue sakit parah dan gue butuh donor sesuatu apa yang akan loe lakukan?”tanyaku.
“ehm, gue akan maju jadi pendonor buat loe.”jawab Shane mantap.
Aku hanya dapat menatap mata Shane kali ini “Ya Tuhan, dia kah yang akan jadi malaikat penyelamat aku. Tapi aku nggak mau kalau nanti nya dia kenapa-napa.”
“Mark, hei.”sapa Shane yang melihatku melamun. “kenapa loe ngelamun?”tanya Shane.
“Shane, mending loe pulang aja deh.”pintaku.
“kenapa, Mark?”tanya Shane padaku.
“ini udah malem, Shane. Gue capek, mau istirahat.”jawabku.
“hm, ya udah. Gue pamit pulang, besok gue kesini lagi.”kata Shane.
“gak perlu, bukannya loe ada janji sama Gill. Mendingan loe ketemu sama Gill, daripada loe kesini.”perintahku keras.
“gak, Mark. Gue ketemu Gill, untuk mendengar jawaban dia itu aja.”kata Shane yang tak kalah kerasnya.
“loe keras kepala banget jadi orang, gue bilang jangan pernah temuin gue lagi Shane.”teriak ku.
“Ya Tuhan, Mark. Tega ya loe, ngusir gue kayak gitu. Gue pikir loe beneran  jaga kata-kata loe yang bakalan anggep gue sebagai kakak loe tapi ternyata sia-sia, padahal gue beneran sayang banget sama loe. Tapi kenapa loe seperti ini, Mark?”kata Shane tetep keras.

Novel The Westlife Story part 4


Aku pun tertidur saat itu juga.    
*
diam-diam Aku memasangkan selimut untuk Mark, aku jadi nggak tega kalau melihat dia sakit. Aku juga merasa berdosa karena ini bisa saja Mark sakit karena aku.
“jangan sakit ya, Mark adikku. Aku sayang sama kamu.”ucapku dalam hati pada Mark.
Kemudian aku kembali gabung dengan Nicky, Kian dan Bryan. aku langsung berbagi cerita dengan mereka. Namun, saat ini mereka belum tahu kalau aku lagi jatuh cinta pada seorang wanita yang tak lain adalah sepupu Kian.
*
Aku terbangun dari tidurku, ketika aku bangun aku merasa ada yang aneh pada mataku. Mataku terasa gatal sekali.
“hei, Mark. Udah bangun.”kata Shane yang tiba-tiba ada di sampingku.
“hei, Shane. Udah kok.”ucapku sambil mengucek mataku.
“mata kamu kenapa, Mark.”tanya Shane terheran melihatku terus mengucek mata.
“hah, gak apa kok Shane. Cuma gatal aja.”jawabku.
“jangan dikucek, Mark. Nanti tambah parah. Sini, biar gue tiup.”ucap Shane seraya mendekati mataku dan meniupkan sesuatu.
“makasih ya, Shane. Ehm, gimana tadi rencana kita?”tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“syukurlah berjalan dengan lancar, dia bakalan kasih jawaban gue 2 hari lagi.”jawab Shane senang.
“baguslah, selamat ya Shane semoga loe bahagia sama dia.”kataku memberi selamat.
“thanks ya, Mark. Lalu kapan loe juga menyusul kita?”tanya Shane padaku.
“kalau gue mungkin nggak akan pernah mau mencari wanita.”jawabku.
“memang kenapa?”tanya Shane lagi.
“karena gue trauma sama yang namanya cinta, Shane.”jawab ku sedih.
“kalau boleh tau, kenapa loe trauma sama cinta.”tanya Shane kembali.
“ehm, jadi ketika gue SMP kelas 1 gue sempat jatuh cinta sama temen gue tapi gue gagal mempertahankan cinta gue ke dia. Dia udah pergi jauh karena dia kecelakaan dan gue sebagai cowok sangat malu karena gue nggak bisa mempertahankan cinta gue itu. Jadi itulah yang membuat gue benci sama yang namanya cinta.”jelasku.
“tapi, Mark. Loe itu butuh pendamping hidup, kalau nggak loe nggak bisa menghasilkan keturunan.”kata Shane.
“biarin gue nggak bisa menghasilkan keturunan, kan bisa adopsi anak dirumah sakit.”jawabku asal.
“tapi, Mark.”aku langsung memotong pembicaraan Shane.
“loe tenang aja,meskipun tidak ada pendamping buat gue, tapi buat gue loe itu udah segalanya. Loe seperti kembaran gue, dan gue sangat sayang sama loe. Jadi, gue akan tetap bantuin loe agar loe dan Gill bersatu selamanya.”ucapku berjanji pada Shane.
“makasih ya, Mark. Loe semakin membuat gue semakin sayang sama loe.”kata Shane tersenyum padaku.
“gue juga kok, semakin sayang sama loe. Gue janji sayang loe ini adalah sayang seorang adik pada kakak.”kataku.
“jadi, selama ini loe beneran menganggap kalau gue kakak loe Mark.”tanya Shane.
“ya, Shane. You is my brother and you is my inspiration forever.”kataku tersenyum.
“makasih ya, Mark.”ucap Shane menyibak rambut ku.
aw, kepalaku kenapa sakit begini?”ucapku dalam hati.
“Mark, loe kenapa?”tanya Shane khawatir.
Aku belum sempat menjawab, tubuhku langsung ambruk.
“Ya Tuhan, Mark. Loe kenapa? Nicky, Kian, Bryan. tolong.”teriak Shane pada mereka bertiga.
Nicky, Kian dan Bryan langsung datang dan mendekati kami berdua.
“ada apa, Shane?”tanya Kian pada ku.
“tolong. Mark pingsan, guys.”jawabku semakin cemas pada Mark yang mendadak pingsan.
“APA?! MARK PINGSAN.”Pekik mereka bertiga.
“iya, makanya tolong bantuin gue ke rumah sakit.”kataku semakin tambah cemas.
Baru mau kami bawa kerumah sakit, Mark udah siuman.
“gue dimana?”ucapku terheran.
“Mark, loe udah siuman.”tanya Shane padaku.
“gue dimana, Shane.”tanyaku balik.
“loe di studio, kami mau bawa loe kerumah sakit.”jawab Kian langsung.
“iya, Mark. Tadi kata Shane, loe pingsan.”jelas Nicky padaku.
“gue udah nggak apa, udah kalian nggak perlu bawa gue kerumah sakit.”aku menolak untuk dibawa kerumah sakit.
“tapi, Mark.”kata Shane dan seperti biasa aku langsung memotongnya.
“gue nggak apa, Shane. Jangan berlebihan gitu.”kataku tersenyum.
Akhirnya Shane mengalah padaku, dan setelah dari studio aku diam-diam menuju rumah sakit.
“bisa kita lakukan test?”tanya dokter padaku.
“bisa, dok.”jawabku.
Aku pun melakukan test yang disuruh oleh dokter dan 2 jam kemudian hasil test aku sudah keluar dan hasilnya menyedihkan sekali karena...
“Maaf, Mark. Test kamu menyatakan kalau kamu mengidap kanker darah.”kata dokter seraya menyerahkan hasil test itu padaku.
“apa, dok? Kanker darah.”aku menerima hasil test itu dengan tidak percaya.
“kanker darah itu seperti leukimia, yang dapat menyembuhkan adalah kemoterapi dan operasi tulang sumsum belakang.”dokter menjelaskan tentang penyakitku.
“operasi tulang sumsum belakang, dok.”tanya ku balik.
“iya, biasanya operasi ini dilakukan setelah ada nya pendonor tulang sumsum yang cocok. Biasanya dari keluarga, atau oranglain.”jawab dokter itu.
“Ya Tuhan, kenapa jadi seperti ini.”aku pun sedih langsung.
Aku pulang dengan hati yang sangat sedih dan terluka, setiba dirumah aku langsung mengurung diri. Aku langsung membuang hasil test itu, aku lakukan itu agar semua orang tidak pernah akan sakit ku ini. keesokan harinya, aku kembali mengikuti latihan.
“hei, Mark. Kenapa kamu latihan tidak benar, kalau kamu memang tidak niat. Kamu bisa keluar dari sini.”ucap Simon keras padaku.
“maaf,Simon. Aku sedang tidak bersemangat hari ini.”jawabku bohong, aku berusaha tidak sedih dihadapan mereka.
“kalau gitu, kamu tidak usah ikut tour saja biar tidak mempermalukan kami semua.”kata Simon terlihat mengusir ku.
“maafkan aku, Simon. Bisa kita mengulangi lagi.”kataku pada Simon.
“baiklah, kalau sekali lagi kamu masih tidak niat. Aku nggak segan akan mengusir kamu dari sini, ngerti kamu.”ucap Simon tegas.
Namun, aku berusaha untuk bisa maksimal tapi ternyata tetap membuat Simon marah padaku akhirnya aku diusir olehnya bahkan aku dipecat saat itu juga hatiku semakin terluka. Shane dari tadi memperhatikan ku dan tidak berani mendekatiku.
“pergi kamu dari sini, Mark. Detik ini juga kamu bukan Westlife lagi, ngerti kamu.”usir Simon padaku.
“kamu jahat, Simon. Kamu tidak pernah mengerti aku, kamu adalah manajer yang pilih kasih. Aku menyesal sudah gabung denganmu.”kataku seraya meninggalkan studio dan kubanting pintu studio sekeras mungkin.
BRAAAKKK.. barang-barang pun ada yang jatuh.
Aku terus meninggalkan mereka semua, ku pilih berdiam diri dirumah. Sementara itu, tampak Shane menjadi agak kacau begitu juga dengan Nicky, Kian, dan Bryan.
“aku berhenti, aku nggak bisa latihan kalau tidak ada Mark disini.”ucap Nicky yang berhenti berlatih.
“gue juga berhenti, gue nggak mau kalau Mark tidak ikut.”kian pun ikut berhenti begitu juga dengan Bryan juga Shane.
“kalian semua mau nya apa.”kata Simon kesal pada kami.

Novel The Westlife story part 3


Keesokan harinya, aku bangun dan ketika aku keluar kamar, aku mendengar suara Shane sedang mengobrol dengan mamaku.
“eh, itu Mark. Sini, Mark.”ajak Mama padaku.
“ya, Ma. Ada apa, Shane.”tanyaku pada Shane yang tumben sudah kemari.
“ehm, ada hal yang mau gue omongin ke loe, Mark.”jawab Shane padaku.
“ehm, mom. Bisa tinggalin kami berdua, kami mau berbicara sesuatu.”pintaku pada mama.
“baiklah, mom tinggalin kalian mengobrol.”kata mama beranjak dari duduknya.
“ada apa, Shane?”tanyaku padanya.
“ehm, gue cinta sama Gillian Mark.”jawab Shane.
“hah, loe cinta sama Gill. Serius loe.”kataku terkejut.
“iya,Mark. Gue serius, gue udah yakin kalau ini namanya cinta makanya gue kesini mau minta tolong. Menurut loe, gimana caranya nyatain cinta gue ke Gill.”tanya Shane yang terlihat serius.
“ehm, gue berpikir dulu.”kataku berpikir sejenak.
“udah belum.”kata Shane kelihatan tidak sabar.
“gue punya ide, Shane.”kataku tersenyum nakal.
“hah, ide apa?”tanya Shane.
“sini deh, gue bisikkin.”aku mendekati telinga Shane dan membisikan sesuatu.
“wah, gue setuju Mark. Makasih banget ya, loe emang adik kesayangan gue.”ucap Shane menyibak rambut ku.
“ehm, ya udah. Gue tinggal mandi dulu, terus kita jalanin rencana kita, ok.”kataku seraya beranjak dari tempat duduk.
“ya, Mark. Gue tungguin.”kata Shane.
Setengah jam kemudian, aku sudah siap dan kami pun langsung menjalankan rencana kami itu. Pertama-tama, kami menuju rumah Shane.
“kita ke kamar loe, Shane.”perintahku pada Shane.
Di kamar Shane.
“ehm, baju yang cocok mana ya. Eh Shane loe ada kemeja nggak.”tanyaku pada Shane.
“ada, Mark. Tuh di lemari sebelah.”tunjuk Shane pada lemarinya.
“wow, baju loe banyak banget Shane dan keren-keren semua. Bagi-bagi napa.”kataku bercanda.
“busyet dah, ni anak masih sempet-sempetnya minta kayak gituan.”gerutu Shane padaku.
“ya elah, Shane. Pelit banget loe, Cuma bercanda juga. Sensitif amat sih jadi anak. Jatuh cinta kok malah sensitif kayak gitu. Mestinya kalau lagi jatuh cinta, harus Happy. Ntar kalau loe sensitif gini, Gillian malah nolak cinta loe.”ucapku yang mengingatkan pada Shane.
“jadi, gue harus gimana dong. Biar sifat sensitif gue hilang.”pinta Shane padaku.
“udah itu tenang aja, masalah itu serahin ke gue. Gue bakalan bantuin loe buat satu dengan Gillian selamanya.”kataku serius untuk menyatukan cinta mereka.
“hah, serius loe Mark.”kata Shane mendekatiku.
“iya, gue serius. Nih coba loe pake.”perintahku pada Shane dan Shane langsung menuju kamar mandi.
“uhuk,uhuk.”aku terbatuk-batuk hingga, “Ya Tuhan kenapa ada darah.”
“Mark.”teriak Shane dari dalam kamar mandi.
Aku langsung menuju kamar mandi sebelah, dan membersihkan darah itu.
“lho, kemana Mark.”kata Shane celingukan mencari diriku.
Aku pun keluar dari kamar mandi, dan kembali ke kamar Shane. “sorry, Shane. Gue habis dari kamar mandi sebelah.”
“oalah, gue kira loe kemana? Gimana, Mark. Cocok gak.”tanya Shane padaku.
“hah, cocok kok Shane. Loe ganteng banget, udah pake parfum.”tanyaku.
“belum, Mark.”Shane mengaku tidak pernah memakai parfum kalau tidak ada acara bareng Westlife.
“Shane, jadi cowok itu yang wangi pakailah parfum setiap saat loe mau pergi atau ada acara.”kataku seraya menyemprotkan parfum ke tubuh Shane.
“wah, kok loe bisa tau tentang ini semua sih Mark.”kata Shane kagum padaku.
“Shane, jelas gue tau tentang ini semua. Karena, sebagai laki-laki kita harus bisa tampil sempurna, kalau kita terlihat buruk di mata perempuan kita akan menyesal.”kataku menasehati Shane.
Shane yang tadinya selalu memperhatikan wajahku mendadak heran.
“Mark, muka loe kenapa? Kok pucet gitu, loe sakit. Kalau loe sakit,nggak usah dulu. Kita bisa lain waktu kok. Nggak memaksa. Gue nggak mau bersalah kalau loe sakit.”kata Shane terlihat bersalah.
“Shane, gue nggak apa-apa kok. Mungkin ini kecapekan aja, ya udah kita berangkat sekarang aja yuk.”kataku seraya menarik tangan Shane.
Kami pun berangkat menuju rumah Gillian, setiba disana.
“Shane, serahin bunga ini yang berisi kertas ini. tolong, jangan kecewakan gue.”ucap ku pada Shane.
“iya, Mark. Gue akan berusaha, makasih ya. Gue berhutang banyak sama loe.”kata Shane pelan.
“Loe,uhuk gak perlu seperti itu. Gue ikhlas nolongin loe, kita ini kan saudara.”aku tersenyum.
“ehm, ya udah gue turun ya.”kata Shane seraya turun dari mobil dan menuju rumah Gillian.
*
Dirumah Gillian,
“hai, Gill.”sapaku pada Gillian.
“hai, Shane. Masuklah.”ajak Gillian padaku.
“ehm, Gill. Ada hal yang mau aku omongin sama kamu.”kataku pada Gillian.
“apa itu, Shane.”ucap Gillian tersenyum.
“ini tentang perasaanku ke kamu, sebenarnya aku suka sama aku dan aku juga cinta sama kamu. Kamu mau gak jadi kekasih aku.”tanyaku seraya menyerahkan bunga itu pada Gillian.
“apa yang kamu suka dari aku, Shane.”Tanya Gillian menerima bunga dari aku itu.
“aku suka semua nya tentang kamu, kamu cantik, feminim, pintar, baik dan senyum kamu itu.”jawabku seraya menggenggam tangannya. “aku janji, Gill aku akan selalu membuat kamu bahagia tidak ada air mata.”janjiku padanya.
“ehm, bisa kamu beri aku waktu 2 hari untuk berpikir.”kata Gillian.
“aku akan selalu menunggu jawaban kamu itu, Gill.”ucapku tersenyum seraya mencium tangan nya.
*
Di mobil, tetesan darah keluar dari hidung ku dan semakin lama semakin banyak. Aku berusaha untuk menghentikan nya tapi ternyata darah itu tetap saja keluar sampai aku tak sadar kalau Shane sudah ada di mobil.
“Mark, loe kenapa?”tanya Shane heran melihatku yang menutupi hidungku.
“hah, gak apa kok Shane.”jawabku berbohong.
“jangan bohong loe, Mark.”kata Shane yang membuka hidungku. “astaga, Mark. Loe bilang loe nggak apa, tapi kenapa ada banyak darah gini di hidung loe.”
“ehm, ini Cuma mimisan biasa aja Shane.”kataku mengelak.
“tapi,Mark. Meskipun ini hanya mimisan, jangan diabaikan nanti malah bahaya.”kata Shane seraya membersihkan hidungku.
“iya, Shane. Makasih ya.”aku tersenyum.
“yaudah, sampai rumah loe langsung istirahat aja. Jangan pikir macem-macem dulu.”pesan Shane.
“hah,tapi Shane bukannya hari ini kita ada latihan di studio.”tanya Mark.
“iya, tapi loe nggak usah ikutan. Nanti gue bilang ke temen-temen kalau sakit.”jawab Shane padaku.
“gak, Shane. Gue harus ikut latihan, gue nggak mau membolos latihan.”kataku nekat.
“tapi loe sakit, Mark.”kata Shane mencegahku.
“ini Cuma mimisan aja,Shane. Gue nggak apa.”kataku tetap bersikeras dan akhirnya Shane mengalah dan tidak berkata apapun padaku, walau aslinya Shane khawatir padaku.
Kamipun segera menuju studio setiba disana.
“hai, guys.”sapaku pada Kian, Bryan dan Nicky.
“hei, my brother.”sapa balik mereka pada kami.
“udah siap latihan hari ini.” tanya Simon pada kami.
“iya, kami sudah siap Simon.”jawab kami padanya.
“baguslah, kalau begitu. Hei, Mark. Kamu harus bisa kali ini, jangan mengecewakan lagi.”kata Simon padaku.
“baiklah, aku akan berlatih maksimal hari ini.”aku meyakinkan padanya.
“baju loe kenapa, Mark. Banyak darah gitu, menjijikan.”kata Kian padaku.
“ini bukan darah kok, Cuma tadi waktu gue makan ada saus gitu.”ucap Mark berbohong.
“oh begitu.”kata Kian yang langsung percaya.
Kami pun langsung berlatih namun kepalaku mendadak terasa sangat sakit.
“Simon, bolehkah aku beristirahat sebentar.”pintaku pada Simon.
“jangan, kita harus berlatih maksimal. Karena jadwal tour sudah didepan mata.”larang nya padaku.
“ehm, baiklah.”aku pun terpaksa menahan rasa sakit di kepalaku ini.
Dari kejauhan tampak dua pasang mata yang dari tadi melihatku mata itu tak lain adalah mata Shane.
sebenarnya, Mark kenapa sih.”ucapku dalam hati.
Dua jam kemudian, latihan berakhir dan aku langsung merebahkan diri nya di sofa.
“Mark, loe mau minum apa.”Tawar Nicky padaku.
“gak perlu, Nic. Gue nggak haus, buat kalian aja. Gue mau tiduran dulu.”tolakku sopan.
“oh ya udah kalau gitu. Gue simpen aja buat loe ya.”kata Nicky.
“iya, Nic. Thanks ya.”kataku seraya mulai memejamkan mataku.
“sama-sama, Mark.”kata Nicky.